Ternyata Ini Sejarah dan Asal Mula dari Toga Wisuda?

Pernah melihat pakaian toga ? atau jangan-jangan kamu sudah pernah menggunakannya ?

Ditinjau dari bentuknya, toga amat tak modis dan juga keren.

Buktinya, tak ada yang memakai pakaian ini untuk hangout ke mall bersama dengan teman-teman.

Biarpun toga bernuansa akademis, selalu saja tak ada yang memakai pakaian toga waktu menempuh kelas di perkuliahan.

Biarpun wujud toga tak modis dan keren, selalu saja, pakaian ini paling dinantikan untuk dipakai siapa saja yang masih menempuh ilmu di bangku perkuliahan jasa pembuatan skripsi kedokteran.

Karena toga adalah pakaian resmi yang dipakai dalam seremoni atau upacara wisuda waktu kelulusan mahasiswa.

Tak hanya itu, dibalik bentuknya yang aneh, toga termasuk mempunyai histori dan juga filsafat yang memadai panjang.

Kata toga berasal dari tego, yang dalam bahasa latin berarti penutup. biarpun biasanya dikaitkan bersama dengan bangsa romawi, toga sesungguhnya berasal dari sejenis jubah yang dikenakan oleh pribumi italia, yaitu bangsa etruskan yang hidup di italia sejak 1200 sm.

Kala itu, wujud toga belum bersifat jubah, tetapi hanyalah kain selama 6 meter yang langkah menggunakannya hanyalah dililitkan ke tubuh.

Walau tak praktis, toga adalah hanya satu pakaian yang dianggap pantas waktu seseorang berada di luar ruangan untuk menutupi tubuh mereka.

Sejarah toga setelah itu berkembang di romawi waktu toga dijadikan pakaian orang-orang romawi.

Waktu itu toga adalah pakaian bersifat sehelai mantel wol tidak tipis yang dikenakan setelah mengenakan cawat atau celemek.

Toga diyakini sudah ada sejak jaman numapompilius, raja roma yang kedua.

Toga ditanggalkan kalau pemakainya berada di dalam ruangan, atau kalau melakukan pekerjaan berat di ladang, tetapi toga dianggap hanya satu pakaian yang pantas kalau berada di luar ruangan.

Seiring berjalannya waktu, pemakaian toga untuk pakaian sehari-hari perlahan jadi ditinggalkan. Namun tidak berarti toga hilang begitu saja.

Sebab setelah itu bentuknya dimodifikasi jadi sejenis jubah.

Akhirnya modifikasi itu mengangkat derajat toga dari pakaian sehari-hari jadi pakaian resmi seremonial yang mana diantaranya yaitu seremonial wisuda.

Di negeri barat, kostum kelulusan hanya disebut gown.

Sementara topi bersifat bujur sangkar disebut mortarboard.

Ada termasuk yang menyebutnya graduate cap dan black cap.

Banyak peneliti meyakini mortarboard merupakan pengembangan dari biretta, yaitu topi yang dikenakan oleh pendeta Katolik Roma.

Biretta sendiri terinspirasi dari bahasa Italia “berretto” (berasal dari kata latin “birrus” dan Yunani “pyrros”).

Di jaman Romawi lebih kurang abad 12 hingga 14, berretto sebagai ciri bagi kalangan pelajar akademik, seniman, dan humanis.

Walau demikian, paten mortarboard justru jadi milik penemu dari Amerika Serikat, Edward O’ Reilly dan imam Katolik, Joseph Durham di th. 1950.

Mungkin karena dibentuk bujursangkar, dan juga penambahan komponen seperti besi di dalam mortarboard supaya lebih kokoh.

Nyatanya, tak seluruh mortarboard dewasa ini memakai besi di dalamnya.

Sejak disahkannya paten tersebut, mortarboard bersama dengan wujud seperti yang kita melihat dewasa ini jadi umum di seluas dunia.

Penambahan komponen tali pada mortarboard pun diduga berasal dari rutinitas orang Amerika.

Di negara tersebut, seluruh tipe kelulusan dari tingkat sekolah dasar hingga SMA dan juga Universitas selalu memakai gown dan mortarboard.

 

Filosofi Pakaian dan Topi Toga 

Toga mempunyai makna filosofis yang kental, tidak benar satunya yaitu makna warna hitam pada toga.

Mengapa toga justru memakai warna hitam yang sering diidentikkan bersama dengan mengenai yang misterius dan juga gelap ?

Ternyata pemilihan warna hitam gelap pada toga adalah simbolisasi yaitu misteri dan juga kegelapan sudah sukses dikalahkan sarjana waktu mereka menempuh pendidikan di bangku kuliahan, tak hanya itu sarjana pula dikehendaki dapat menyibak kegelapan bersama dengan ilmu ilmu yang selama ini didapat olehnya.

Warna hitam termasuk melambangkan keagungan, karena itu, tak hanya sarjana, ada hakim dan juga separuh pemuka agama pula memakai warna hitam pada jubahnya.

Tak hanya warna pada jubah toga yang memuat filosofi mendalam, ternyata ada pula makna filosofis dari wujud persegi pada topi toga.

Sudut-sudut persegi pada topi toga menyimbolkan seorang sarjana dituntut untuk berpikir rasional dan juga melihat segala sesuatu hal dari berbagai sudut pandang.

Tali pada mortarboard disebut termasuk bersama dengan “tassel”.

Tidak seluruh tingkatan pendidikan di Amerika Serikat selalu memindahkan tassel dari kiri ke kanan, biarpun tassel jadi aksesori mutlak pada mortarboard.

Misalnya, untuk mahasiswa pascasarjana (S2) selalu melepaskan tassel di sisi kiri.

Warna tassel pun banyak ragamnya.

Pada tingkat Senior High (sebanding SMA) warna tassel terdiri dari tiga warna, tidak benar satu jadi warna sekolah berikut (color identity).

Lalu di tingkat sekolah tinggi, mahasiswa yang lulus bersama dengan gelar cum laude mengenakan tassel berwarna emas.

Mengapa pada biasanya upacara kelulusan (wisuda) tassel sering dipindahkan dari sisi kiri ke sisi kanan? Banyak pendapat mengenai ini, tanpa ada dasar yang pasti.

Ada pendapat menyebutkan, pindahan ini membatasi bahwa seorang mahasiswa waktu masih belajar di universitas selalu memanfaatkan otak kiri.

Maka, setelah lulus pindahan tassel ke sisi kanan bersama dengan harapan waktu terjun ke masyarakat, siswa berikut termasuk memanfaatkan otak kanan.

Sementara pendapat lain menyebutkan ini hanya prosesi biasa.

Ada perbedaan di sini, tassel awalnya menggantung di sisi kanan. Ini berarti siswa masih berstatus candidate (calon kelulusan), dan ketika dipindahkan ke sisi kiri berarti sudah graduate (lulus).

Ada termasuk pendapat yang menyebutkan pindahan tassel sebagai makna bahwa mahasiswa yang lulus sudah siap menyongsong hidup baru.